Generasi Digital Produk Pandemi

 

Foto1. Jojo, siswa klas 4 Sekolah Dasar sedang
 mengikuti pelajaran Secara
Daring.

Jonathan telah satu jam duduk di depan sebuah benda pipih berukuran kecil. Wajahnya terlihat masam dan tak bersemangat. Tangannya sibuk mencoret-coret kertas di hadapannya. Bukan mencatat, tapi menggambar sesuatu yang abstrak. Terdengar suara seorang guru yang sedang mengajar dari gawai tersebut. Jonathan, siswa SMP di Kota Manado, sedang mengikuti pelajaran secara daring atau istilahnya ‘pembelajaran jarak jauh’. Dia nampak bosan, namun terpaksa mengikuti cara belajar seperti itu.

Belajar secara daring atau jarak jauh menjadi cara yang tak terhindarkan pada masa pandemi. Namun, di sisi lain ini juga menimbulkan berbagai persoalan baru.

“Anak-anak yang mengikuti pembelajaran daring tidak dapat fokus belajar," kata Mince, seorang ibu yang memiliki putera kelas 4 sekolah dasar. Mince beberapa kali mendampingi puteranya belajar dan melihat di layar bagaimana anak-anak lain sibuk sendiri-sendiri. "Ada yang chatting dengan teman-temannya, ada yang menggambar dan bahkan ada yang tertidur di depan gawainya.”

Dengan sistem jarak jauh ini, anak dan guru tidak bertatap muka secara langsung. Guru tidak bisa sepenuhnya memantau apa yang dilakukan para siswa. "Anak-anak sangat minim menyerap pelajaran diberikan oleh gurunya," kata Mince. "Di sisi lain mereka merasa kesepian dan tertekan karena harus belajar sendiri di rumah dan tidak dapat berinteraksi dengan guru dan teman-teman sebayanya."

Hasil survai Unesco, badan pendidikan dan budaya dunia, menunjukkan: 38% remaja mengaku tantangan terberat dalam mengikuti pembelajaran daring adalah kurangnya bimbingan guru dan 31% mengatakan tantangan terberatnya adalah kebosanan. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sendiri menyadari bahwa pembelajaran daring kurang efektif dan jika diterapkan terlalu lama akan berdampak pada kondisi psikologis anak serta penurunan capaian belajar.

 

Foto 2. Jojo siswa klas 4 SD sedang mengikuti upacara bendera secara online

Oleh karena itu mulai September lalu pemerintah menganjurkan agar sekolah-sekolah menerapkan model campuran pembelajaran daring dan tatap muka langsung dengan menerapkan prosedur kesehatan yang ketat.

Lewat kebijakan baru tersebut, anak-anak dapat bersekolah secara tatap muka maksimal 2 jam dengan kapasitas kelas tidak melebihi 50%. Oleh karena itu anak-anak dibagi menjadi dua atau tiga grup dan bergiliran mengikuti pembelajaran tatap muka.  “Anak saya terlihat antusias dan lebih bersemangat karena dia merasa akan bertemu teman-temannya,” ujar Mince.

Sebelum pandemi, anak-anak bersekolah dari pagi hingga siang hari, namun sekarang dibatasi hanya 2 jam saja. Untuk menutupi kekurangan ini, guru memberikan tugas kepada anak-anak agar dapat belajar sendiri di rumah. Namun hal ini akan sangat bergantung pada pendampingan orangtua dan seberapa jauh orangtua menguasai metode maupun alatnya.  

Pada awalnya, saya kesulitan dan berkali-kali menelpon guru pendamping untuk minta penjelasan tentang tugas diberikan oleh guru melalui Google Classroom," kata Mince. "Orangtua ikut stress dalam pembelajaran baru saat ini dan dituntut untuk dapat menguasai teknologi digital juga.

Selain kehilangan jam pembelajaran, anak-anak juga kehilangan kesempatan untuk mengembangkan minat, bakat dan berorganisasi selama pandemi. “Tidak ada kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, seni budaya dan OSIS selama pandemi ini,” kata Jonathan, salah satu siswa SPM Kota Manado. Pada pelajaran olah raga, misalnya, guru hanya memberikan teori atau contoh secara daring, sementara anak-anak diminta mengikutinya bersama orangtua.

Pada masa pandemi ini, dunia anak-anak tidak terlepas dari gawai. Selain belajar dan mengerjakan tugas, mereka juga bermain menggunakan smartphone. Ini menimbulkan persoalan tersendiri.

Jika di masa normal dulu orangtua bisa mengingatkan anak-anak agar tidak terlalu banyak bermain handphone, itu tak berlaku di masa pandemi. Gawai sekarang menjadi keseharian anak-anak. Jutaan permainan dan hiburan ada dalam genggaman mereka. Jika orang tua kurang pengawasan, maka dapat menyebabkan anak-anak tidur larut malam dan tidak dapat berkonsentrasi belajar pada pagi harinya. Atau bisa saja mereka mengakses situs-situs yang tidak sesuai dengan umur mereka.

Namun, pembelajaran daring juga memiliki dampak positif. Anak-anak SD kini sudah mengenal dan bisa memanfaatkan teknologi digital. Mereka bisa melakukan absen sendiri secara online, dapat menggunakan Google Classroom, menggunakan YouTube untuk mengunggah tugas tertentu, dan serta melakukan pencarian untuk mencari jawaban apa saja pertanyaan yang muncul di benak mereka.

Pandemi ini membawa dampak negatif dan positif bagi generasi muda. Anak-anak yang tidak memiliki akses internet dan tidak memiliki handphone akan kehilangan kesempatan belajar. Namun, bahkan anak-anak yang dapat melakukan sekolah daring pun punya masalah: pemahaman pembelajaran menurun sehingga dapat mengakibatkan merosotnya capaian belajar. Selain itu, sekolah daring dalam waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan perilaku dan karakter negatif pada anak-anak, seperti misalnya sikap anti-sosial dan terlalu asyik dengan dunia digitalnya sendiri.  Mungkin inilah produk dari era digital pandemi Covid-19.

 

 

  

Komentar

  1. Banyak anak mengeluh tidak memahami materi pelajaran. Orang tua mengeluh, selain tugas anak menumpuk, anak juga mager. Main HP terus di luar jam sekolah online. Dan banyak tugas sekolah yang akhirnya dikerjakan orang tua :). Semoga sekolah segera normal kembali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul. Orangtua sekarang jadi sibuk mengerjakan tugas anak.

      Hapus
  2. Iya, lebih sulit untuk anak memahami pelajaran secara daring ya apalagi kalau metode belajarnya tetap konvensional, nggak dibikin lebih menyenangkan dan seru untuk anak jadi anak merasa bosan belajar daring

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, guru-guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan materi dengan metode ini.

      Hapus
  3. Anak daring, emak darting. Itu sih yang seliweran di medsos. Karena anak kan pasti bertanya kepada orang tuanya. Sementara ayah ibunya juga kurang paham dan banyak pekerjaan lain. Sangat butuh kesabaran.

    Ini juga tantangan buat para pendidik supaya pembelajaran lebih interaktif. Perlu banyak pelatihan diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional untuk meningkatkan kapasitas para guru yang sesuai masa pandemi.

    BalasHapus
  4. selama pandemi ini memang anak-anak jadi banyak terkspos di depan layar digital, aturan screen time jadi kacau deh. tapi, bisa disiasati sih dengan mengekspos mereka pada skill baru yang akan dibutuhkan di masa depan. misalnya belajar coding dan desain sejak dini. semoga kita tetap semangat ya mom....

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah, saya termasuk yang nggak ribet dengan perubahan pola belajar sekarang ini...hehehe....sebab dari dini, anakku tidak sekolah, kini usia 11 tahun, dan masih nyaman dengan pembelajaran mandiri yang ia jalani. Maka, anak saya ini suka heran dengan kebingungan para tetangga dalam membelajarkan materi sekolah ke anak.

    BalasHapus
  6. Plus minus banget memang ya dimasa seperti ini, kebetulan suami aku guru bahasa mandarin, yg mana sejak pandemi sampai sekarang juga masi mengajar online. Dari sisi suami aku dan temannya sebagai guru pun juga dituntut banyak belajar hal baru dalam menggunakan aplikasi pendukung untuk menarik minat pembelajaran online. Semoga pandemi ini bisa segera berakhir ya

    BalasHapus
  7. Setuju banget dengan tulisan mbak, tiap kebijakan pasti ada sisi positif dan negatifnya. Enggak bisa juga menyalahkan salah satu pihak, huhu. Pandemi emang menuntut semua untuk berubah. Semoga PTM lancar dan anak-anak makin semangat belajaranya.

    BalasHapus
  8. Setuju sama artikel ini. Pembelajaran era Pandemi membawa dampak positif dan negatif. Tapi saya kok merasa lebih banyak dampak negatifnya ya? Apalagi yang terkait dengan kesehatan mata dan mental, seperti zoom fatigue

    BalasHapus
  9. Memang pandemi ini membuat kita untuk beradaptasi dengan New Normal, apapun bentuknya itu. Apalagi dengan adanya kasus-kasus omicron terbaru, duh rasanya seperti pandemi ini lama sekali berakhirnya/menjadi endemi. Pastinya ada sisi positif dan negatif dari berbagai macam kebijakan yang diambil, semoga saja Covid ini cepat bisa mereda dan pendidikan anak-anak dan mahasiswa tidak ada kendala lagi.. aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer